Mendidik Berbeda dengan Menghardik

  • Dekandensi Edukasi Anak Dulu dan Kini
  • Mencerdaskan Tanpa Kekerasan
mendidik atau menyiksa..?

SAAT anak berbuat salah, tak jarang guru di sekolah gemas lalu menghukum secara fisik. Masihkah efektif cara mendidik anak seperti ini?
Boleh jadi di era 1960-an atau 1970-an, model hukuman fisik seperti itu cukup pas. Guru cenderung memperlakukan hukuman, seperti memukul tangan murid dengan penggaris kayu. Atau, orangtua yang berusaha mendidik anak di rumah dengan sabetan sapu lidi karena anak malas mengerjakan PR.
Satu persamaan alasannya, anak akan jera melakukan kesalahan yang sama. Di sekolah, ketakutan murid pada hukuman fisik cenderung bias, bila ditujukan menambah kekuatan atau wibawa guru.


Murid pun akan lebih mudah dikendalikan. Seiring berkembangnya metode pendidikan pada usia dini, hukuman badan sering digugat efektivitasnya. Orangtua mulai memiliki kesadaran.
Hukuman badan ada kalanya memang berdampak positif. Namun, terbuka pula peluang melahirkan dampak negatif.
ironi hukuman..

Director Kinderfield Preschool Kindergarten, Yustitia mengungkapkan, kini mayoritas sekolah tak lagi menggunakan istilah hukuman sebagai balasan atas perbuatan murid yang dianggap tak baik. Sebagian pendidik menyebut tindakannya sebagai konsekuensi.
“Tiap sekolah pasti memiliki program kedisiplinan dan konsekuensi belajar. Dari situ, dibuat aturan-aturan yang diterapkan di kelas. Salah di antaranya, anak diwajibkan duduk rapi ketika guru menjelaskan materi pelajaran, misalnya,” ujar Yustitia.
“Setiap guru pasti punya aturan masing-masing di kelas. Yang penting, anak harus diberi tahu mengenai aturan itu sejak awal sehingga mengerti telah berbuat salah,” tegas Head of Curriculum Planning and Development Departement Bina Gita Gemilang Primary School.
Kebijakan masing-masing sekolah berbeda. Toleransi dari tindakan anak-anak pun berbeda tiap sekolah. Utamanya, anak harus diinformasikan mengenai peraturan- peraturan yang berlaku di sekolahnya.
mengenal Allah…
Penulis Kids Are Worth It, Barbara Coloroso meyakinkan, anak bisa saja belajar dari kesalahannya dan mengubah perilakunya tanpa hukuman. Justru semakin meningkatkan hukuman, tak akan mengajarkan anak mengenai sesuatu yang membangun.
“Di sisi lain, kata disiplin sesuai dengan artinya dalam bahasa latin adalah memberikan anak pengertian dalam hidup. Menjalankan disiplin, memiliki empat kelebihan dibandingkan sekadar menghukum,” tegas Barbara.
Ia sepakat disiplin akan menuntun anak yang berbuat salah, memahami kesalahannya, dan memberikan anak jalan untuk penyelesaian. “Yang paling penting adalah disiplin akan menjaga harga diri anak. Berbeda dengan hukuman yang akan menjatuhkannya,” urai Barbara.
Selain itu, para orangtua dan guru juga sering memberikan nasihat yang terkesan menggurui anak. Menurut Barbara, beberapa kalimat seperti: “Sudah seperti saya katakan” atau “Kamu menghabiskan waktu percuma!” tak akan berguna. Tindakan ini tak akan memberi informasi lain yang belum diketahui anak.
“Kalimat yang biasa dikatakan orangtua seperti, jika kamu belajar, kamu tak akan gagal. Atau jika kamu tidak memukul adikmu, maka kamu tak akan dihukum berada di kamar. Saya pikir anak-anak tidak membutuhkan informasi demikian, yang sudah diketahuinya,” katanya. (okz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 GHIYATSUDIN AL GHOFIQI |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.